Minggu, 10 Mei 2009

Ikhlas...tak semudah ketika Aku mengucapkannya

Ihklas…tak semudah ketika aku mengucapkannya.

(Ketika Tuhan merobek-robek mimpiku dengan skenario CintaNya)

Setegar apapun aku berusaha mengalahkan rasa pesimisku, setangguh karang menerjang badai, kukalahkan hujan disore itu dan bertengkar dengan hati bahwa jangan pernah aku mengucapkan bahkan jangan sempat terfikirkan “Menyerah” dalam hatiku. Semua sudah aku lakukan, namun Tuhan tetap dengan skenarionya, “Garis Tangan tergambar tak bisa aku menentang,” dan aku kalah hari ini.

NB: konflik dari cerita ini akan hadir dihal 3, karena ditulah puncak dari penderitaan batin yang aku rasakan, saat aku tak kuasa menolak scenario Tuhan yang telah aku tanda tangan sebelum ruh ditiupkan kepadaku, yang tertulis di yaumul mahfudh. tapi, ketika aku kecil kawanku pernah bilang kalalu dibulan yang nampak seperti pohon itu ada daun-daun yang tertulis nama kita dan garis tangan kita tertulis didaun itu.

“Aku sudah memutar lagu itu di Winamp sebanyak 89 kali kawan, kau dengar itu 89 kali. Mantap betul kan?” ujarku sambil mengedipkan mataku dan Mala sahabatku hanya geleng-geleng kepala. Bukan hal yang aneh jika si Nana akan melakukan “kegilaan” seperti itu kalau sudah menyukai sebuah lagu. Tapi aku punya alasan khusus mal untuk lagu yang ini, begitu dasyat mal. Ketika aku mendengar intronya saja aku langsung melayang kenegeri kayangan, tolonglah kau pahami mal betapa indahnya lagu ini. Liriknya itu lho mal, aku ga tahu mengapa aku bisa langsung jatuh cinta, padahal aku baru pertama kali mendengarnya. Namun, si mala hanya menjawab dengan sederhana, “Halah pasti sedang jatuh cinta kan makanya kamu suka,” mala menjawab dengan alasan yang sangat standar. Akan tetapi ketika angin semilir yang berhembus dengan manjanya, seolah-olah ingin menyapaku dan memberitahu sebuah rahasia yang baru ia dengar dari langit bahwa “Lirik lagu yang kamu bilang indah itu suatu saat akan menjadi potongan mozaik dalam hidupmu dan rahasia itu akan segera menghampirimu sebentar lagi dan kamu akan tahu bahwa Tuhan punya alasan khusus mengapa mengilhami Melly untuk menciptakan lagu ini, karena bukan karena untuk dijadikan OST ketika Cinta Bertasbih, bukan itu kawan, tapi lihat saja nanti.”

Nasi yang mengepul mengeluarkan aroma yang membuat pasukan kecil yang ada diperutku memukul gendang dan berjingkrak-jingkrak sebagai tanda protes dan iri karena sang Hidung lebih dulu mencium dan menikmati wanginya. Namun, aku tak peduli biarkan saja penghuni perutku menderita dan tersiksa karena tidak bisa menyentuh dan nasi yang sangat ranum itu hihihi. Karena malam ini aku terlalu kenyang dengan lagu Ketika Cinta Bertasbih, malahan aku gila betul malam ini, tidak habis pikir aku mengapa aku bisa mengerjakan pekerjaan begitu banyak malam ini, biasanya aku malasnya nauzubillah, bahkan di biodata untuk CV aku berencana menambah daftar hobi terbaruku yaitu TIDUR dan ditambah dengan bumbu malas. Aku ga bisa membayangkan apa reaksi dari HRD dan Supervisor yang akan mewawancara aku kelak. Tapi ah biarlah suka-suka aku lah, peduli amat.

Chevin Ivan itu yang terfikir dibenakku sekarang, yang membuat aku begitu ringan mengerjakan pekerjaan maha berat, bahkan aku sanggup bergadang dan menghapal huruf katakana dan hiragana yang biasanya aku harus memukul kepala agar aku bisa membayangkan huruf cacing itu. Tidak hanya itu, rumus-rumus fisika dan matematika bisa aku otak-atik semudah menjumlahkan 1 + 1 = 2. Aku tidak tahu seandainya Andrea Hirata melihat aku malam ini, dalam kesintinganku, entah penyakit gila nomor berapa yang akan diberikan untukku. Cinta, itulah jawabannya kawan. Psicolog aku sampai heran melihat perubahan aku, sampai-sampai dia kegirangan saat menelpon supervisornya di Jerman dan mengambarkan perkembanganku kepadanya. Luarbiasa ujar nyonya Jerman itu, mungkin dia pikir wah teorema dan ilmu psikologis yang diturunkan kesiswanya tidak sia-sia. Mantap betul anak Aceh itu ujarnya sambil melonjat kegirangan diseberang telepon.

Kawan, aku tidak bisa menggambarkan bagaimana indahnya perasaan aku malam itu, ketika aku menemukan seorang malaikat yang membuat hidupku kembali berwarna. Saat dia memandangku dengan matanya yang bercahaya, lantas ketika aku bertanya tentang huruf “cacing kelaparan” yang membuatku sinting, justru dia menjawab dengan senyumnya dan akhirnya tanpa aku sadari jarakku dengannya hanya 20 sentimeter saja, tatapan mukanya hampir menyentuhku, seandainya aku tidak bersandar dan menopang tubuhku di dinding mungkin aku akan rubuh hihihi. Itulah kawan yang membuat aku mabuk kepayang malam ini. Bodoh betul aku, setelah 4 minggu bertatap muka dan mengenalnya, mengapa baru detik ini aku jatuh cinta. Lantas keeokan harinyam ketika aku ketempat kursus computer, operator memutar lagu itu, ya lagu ketika cinta bertasbih. Dan aku langsung terdiam, saat lagu itu dilantunkan baris demi baris, tiba-tiba awan cinta itu datang dan membawa bayangan Chevin Ivan. Akhirnya dengan gaya Ikal kecil yang menarik Akiong kehalaman sekolah, saat meminta bantuannya agar mempertemukan Ikal dengan A Ling, seperti itulah yang aku lakukan terhadap operator ditempat kursus itu, syukurlah dia begitu baik dan memberikan lagu itu untukku, kini didalam flasdihku sudah ada file lagu itu, dan kini tinggal mentrasnfer lagu itu kelaptop tuaku dirumah.

Kebahagianku bertambah ketika aku menelpon penyiar favoritku, Alol Rozi. Aku dengan girangnya memperdengarkan lagu itu padanya, dan malam itu juga dia memutarkan lagu itu untukku, Ah bahagianya aku. Kini aku tahu alasan kenapa aku menyukai lagu itu, ternyata Tuhan mengirimkan lagu itu untukku itulah yang aku pikirkan saat itu, hanya itu tidak lebih. Tapi, angin kembali hadir dan mengatakan “bukan itu alasan Tuhan, kamu akan tahu jawabannya tinggal menunggu waktu saja, dan kamu akan mengerti apa arti kalimat garis tangan tak bisa kutentang.

Aku anak yang baik hati, itulah yang aku tahu. Tuhan pasti tidak akan marah-marah padaku karena aku kan anak yang baik. Namun, aku lupa bahwa didalam otakku, saraf-saraf motorik sudah menyimpan sebuah kalimat yang terus aku ucapkan, “Garis tangan tergambar tak bisa aku menentang”. Dan Tuhan telah menggambarkan sesuatu digaris tanganku.

Siang itu aku menelpon adikku dan memintanya mengantarkan aku kekampus, sekalian aku mau ngeprint dirental. Lantas ketika aku keluar dari rental adikku bertanya” kakak ikut lomba yang hadiahnya laptop ya?”. Lomba apaan tanyaku kepadanya. Reza akhirnya cerita kalau dia baru saja membaca pengumuman tentang lomba karya tulis temanya Narkoba. “kakak kan pernah menang yang lomba menulis essay kemaren, jadi kakak ikut saja lomba ini, siapa tahu menang lumanyan kan kalau dapat juara 1 bisa dapat laptop, paling ga sebagai ganti laptop kakak yang terendam banjir tempo hari.”

Aku hanya diam saja, aku tidak berani menjawab meskipun dalam hati aku ingin sekali mengikuti lomba itu, meskipun aku sudah mengiklaskan laptopku yang terendam banjir yang membuat data-data skripsiku raib ditelan banjir. Namun, aku tetap memiliki mimpi untuk mengumpulkan duit untuk membeli laptop baru.

Adikku tidak pernah tahu bahwa, 20 menit setelah dia mengantarkanku kekampus, aku langsung cabut dari kampus karena kakiku begitu gatal ingin membaca pengumuman lomba itu. Dari kampus tehnik aku menempuh perjalanan sambil berjalan kaki saja,meskipun aku sudah mengap-mengap karena siang begitu terik, tapi duit didompetku hanya tinggal beberapa lembar uang ribuan, jadi aku harus berhemat. Namun, rasa letih itu tertebus saat aku melihat spanduk berwarna hijau tepat dipampang dipagar kampus ekonomi. Sambil melirik kanan kiri aku merogohkan tanganku kedalam tas, mengambil pulpen dan buku diariku, buku yang penuh dengan catatan pengumuman lomba menulis. Agak malu-malu aku menulis pengumuman itu, dan akhirnya aku memilih duduk dipinggiran selokan yang dilapisi beton. Ketika aku baru menuliskan beberapa kalimat, tiba-tiba ada sebuah suara yang menyentakkanku” Hai boleh ikutan nulis ga? Boleh gabung ga?” aku berusaha mencari sumber suara tadi. Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki yang melepaskan helmnya dan menyalamiku. “Hai pa kabar!” lantas aku menjawab, emang kita pernah kenal? Tanpa basa-basi lelaki itu langsung duduk disampingku dan menulis syarat-syarat lomba. Lantas dari obrolan aku ketahui bahwa dia pernah memenangkan lomba baca puisi, setelah memaksa akhirnya aku bilang kalau aku juga baru 3 minggu yang lalu dapat juara untuk lomba menulis essay yang dibuat oleh sebuah NGO PBB yang bergerak dibidang perempuan. Dan lelaki itu langsung bilang, “ach nana ga usah ikut aja, ntar jadi saingan aku” ujarnya. Trus aku bilang, gampang itu lagian aku ikut karena mau menganti laptop saja hihihi, kalau tidak dapat juara 1 pengennya dapat juara 3 saja, biar dapat kamera digital jadi nana bisa kerja sambil foto foto siapa tahu bisa menghasilkan.

Sebenarnya ada alasan lain yang membuat aku ingin sekali ikut lomba, bukan karena masalah laptop, toch meskipun sudah tidak bisa pakai lagi, minimal laptopku masih bisa kugunakan untuk mengetik meskipun aplikasi lain tidak bisa berfungsi lagi. Bukan, bukan itu. Lantas ketika aku mati-matian berusaha menahan lapar karena aku harus mengeluarkan ongkos untuk pergi keperpustakaan Yakita Ayomi di peuniti. Pulang pergi 6 ribu belum lagi ongkos pulang pergi kedarussalam tambah 6 ribu lagi. 12 ribu ludes. Ah seandainya aku punya uang banyak, pasti aku bisa membeli buku-buku sebagai referensi untuk lomba ini. Namun ini semua tidak menyurutkan langkahku. Disaat yang sama aku juga harus menyelesaikan Tugas Akhirku, namun karena aku harus menyelesaikan sebelum tanggal 5 Mei, mau tidak mau aku harus menambah kerjaanku. Menyelesaikan TA dan karya tulis. Perjuangan belum berakhir karena ternyata, kawan tadi yang berjumpa dengankutelah lebih dahulu meminjam buku-buku yang berisi tentang narkoba diperpus yakita, yang merupakan lembaga yang bergerak untuk masalah remaja dan konsen dengan masalah narkoba. Dari karyawan diyakita aku mengetahi bahwa buku-buku yang berhubungan dengan narkoba sudah doorong habis oleh anak-anak yang lain, mungkin mereka juga akan ikut lomba yang sama. Berbekal dengan 2 buku yang masih tertinggal aku pulang dengan langkah gontai. Dalam hati aku berujar mengapa aku harus membawa pulang buku undang-undang tentang narkoba. Oh tidak, apakah aku tidak akan mendapatkan buku yang lain yang lebih bagus?. Tuhan tolong aku.

Perjuangan belum berakhir, aku masih bersemangat untuk mencari referensi melalui internet. Tapi, karena syarat dilomba harus mencantumkan 3 buku referensi membuat aku kesulitan membuat karya tulis itu. Tapi bukan nana namanya kalau aku harus menyerah.

Tinggal 6 hari lagi dan aku belum mendapatkan buku-buku itu. Kemana lagi aku harus pergi? Akhirnya aku berusaha menyiapkan karya tulis itu, berbekal referensi dari internet. Hingga akhirnya ketika tanggal 4 mei, minus 1 hari sebelum tenggang hari terakhir kumpulin naskah lomba. Aku meminta adikku reza untuk print hasil kerjaku selama ini, aku titip laptop dan flasdish. Aku khawatir jika laptop bermasalah masih ada solusi ambil data melalui flash.

Saat itu aku sedang berada disebuah pelatihan jurnalisme damai di IAIN. Tiba-tiba bunyi sms dari hapeku. “kak, gawat data-data kakak diflash hilang, kena virus yang diprotec dilaptop kawan, laptop kakak ga bisa pake untuk print. Jadi bagaimana ini?”

Konsentrasiku buyar, namun aku masih bisa tenang dan aku membalas sms adikku, dan mengatakan sebentar lagi kakak pulang, coba cek dilaptop apa ada file LOMBA narkoba. Jika ada buka saja file itu.

Ternyata kesempitan mulai terjadi, saat aku pulang riza mengatakan ga bisa diprint dan datanya hilang. Aku langsung shock dan panic namun karena Tuhan sudah sering memberikan cobaan untukku, aku sudah terbiasa jadi aku mengatakan dalam hati” tenang saja toch masih ada waktu 40 jam lagi dan aku pasti bisa menyelesaikannya.”

Aku memutuskan internetan dirental kos an adikku, karena waktu tidak banyak lagi. Namun, Tuhan ternyata mulai menjalankan skenarionya. Tiba-tiba saja komputernya Heng dan berulah, namun sekali lagi aku masih sabar. Aku restart computer, namun ternyata itu tidak mempan. Aku sudah mulai mengigit tangan karena saking gemasnya, bakan gigiku sudah mulai saling beradu. Tuhan apakah ini tanda-tanda aku tidak boleh ikut lomba?. Jika ia aku akan berhenti. Namun, hatiku berontak aku tidak bleh menyerah. Bayangan adikku dan orang tuaku mulai bermunculan. Disatu sisi aku ingin menyerah, tetapi aku tak tega melihat adikku. Dia sangat memerlukan laptop, apalagi semester depan dia sudah harus menggunakan program autocad untuk program percangan bangunan dan ia memerlukan laptop. Aku tidak tega jika orang tua harus mengeluarkan uang yang sangat banyak untuk membeli laptop, apalagi orangtuaku sudah berniat untuk menunaikan ibadah haji. Apabila ortuku harus membeli laptop berate mereka harus merogoh kocek sebanyak 7 juta dan itu sudah mengurangi tabungan ke haji. kapan aku bisa membahagiakan mereka?

Aku tidak mau menyerah, apapun itu. Tiba-tiba saja aku teringat Arai Lone rangers nya Ikal lascar pelangi “aku tidak boleh mendahului nasib,”. Akhirnya meskipun uang didompetku sudah sangat pas-pasan, tapi ya terpaksa aku membayar uang rental sebanyak 12 ribu belum lagi ongkos pulang. Karena alas an itulah aku semakin tidak mau menyerah. Meskipun hujan telah membasahiku dan memaksaku untuk berhenti tak usah melanjutkan lagi niatku.

Setibanya aku dirumah, hujan bukannya berhenti tapi malah semakin suka cita turun kebumi. Yang aku khawatirkan adalah kalau hujan semakin deras biasanya kamarku pasti kebanjiran, Oh Tuhan bagaimana ini? Konsentrasiku semakin pecah, disaat aku harus menyelesaikan karya tulisku justru aku harus sibuk beres-beres memindahkan barang-barang dikamar ketempat yang lebih tinggi, aku sudah sangat trauma dengan banjir yang membuat aku batal naik siding karena aku kehilangan data-dataku. Dan sekarang disaat aku berjuang mendapatkan semangat karena aku semakin rapuh. Ingin rasanya aku menangis, betapa sulitnya mendapatkan uang. Disaat orang lain bisa mendapatkan beasiswa dengan memanipulasi surat miskin dsbnya atau mengoleksi rumah bantuan. Disaat seperti ini aku membutuhkan satu suara saja yang memberi dukungan tehadapku.

Jam 8 malam, aku sms adikku meminta bantuannya untuk meminjamkan buku dipustaka, saat dia mengantarkan buku itu kerumah aku melihatnya dengan senyum penuh keihklasan membawa buku dan betapa menyakitkan hatiku ketika melihat mukanya yang telah berpeluh air hujan. Aku berjanji dalam hati bahwa aku tidak boleh menyerah. Namun ternyata Tuhan terus mencoba ketangguhan hatiku, setelah aku kacau balau dengan hujan dan perasaan was-was malam itu dengan halilintar dan angin yang membuat aku semakin merinding, tiba-tiba PLN kembali berkhianat sehingga ruangan kamarku menjadi gelap gulita. Otomatis laptopku yang tidak bisa menggunakan baterai lagi, hanya bermodalkan chager ke listrik, artinya jika listrik padam maka laptopku juga akan mati. Sama saja seperti menggunakan komputer. Hampir meledak tangisku saat itu, “Tuhan mengapa Engkau begitu benci padaku? Sehingga apapun yang aku lakukan untuk meraih mimpi selalu saja Engkau gagalkan,” emosiku saat itu”

1 jam kemudian lampu hidup kembali, tertatih aku bangun ditengah gelap gulita. Diantara kebimbangan aku lanjut atau tidak. Bayangan reza adikku kembali menghampiri tapi aku sudah tidak sanggup lagi, aku sudah lelah. Namun aku butuh seseorang untuk menjadi sahabat yangmendukungku untuk mampu berbuat. Gun, ya Gunawan. Aku sms dia, menanyakan solusi seandainya dia berada diposisi aku apa yang akan dia lakukan? Sedangkan saat ini semangatku seperti lilin yang sudah hamper kehabisan jelaganya. Semangatku tinggal 50% lagi. Lantas seperti Oase dipadang pasir Gun membalas sms yang membuat aku mampu bangkit “Kalau gitu aku tambahin 49% ya, ne ambil TRANSFERING IIIIIIIII…..49%. Nah nana Cuma perlu tambah 1% lagi kan? Semangat donk! Makin besar rintangan berarti makin pantas nana untuk menang dan jadi Juara.”

Namun, Tuhan punya rencana lain. PLN sekali lagi berkhianat dan bermain petak umpet dengan tombol operator PLN. Sekali lagi Laptopku yang sudah seperti nenek tua sekarat, tidak mampu menahan. Kesabaranku habis, 15 meit sekali mati lampu dan aku sudah tak kuasa menolah permainan Tuhan. Mungkin Tuhan sudah memberi isyarat agar ak tidak ikut lomba. Sampai jam 2 malam lampu belum juga menunjukkan tanda-tanda kehidupannya. Akhirnya aku memilih untuk tidur saja. Aku meyerah meskipun tulisanku sudah mencapai BAB II.

Sleep………….ZzzzzzzzzzZZZzzzzzzzzzzzzZzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzZZZzzzzzz

Jam 4 pagi ternyata kamarku masih gelap, ditengah kegelapan aku menangis, menangisi kemalangan hidupku yang bertubi-tubi. Aku bertanya pada Tuhan “Aku tahu Tuhan lebih tahu yang terbaik untukku karena Engkaulah yangmenciptakan aku dan sangat tahu tentang kehidupan yang telah Engkau tulis digaris tanganku, tapi mengapa Tuhan selalu mematahkan semangatku?”

Hingga pikiran aneh menjalar diotakku, aku ingat kejadian tadi siang. Ketika aku berjumpa dengan cowok yang ikut menulis syarat lomba, dia tertawa puas saat tahu file aku kena virus, dan dengan enteng dia bilang. Sudahlah kamu mundur aja. Saat itu aku hanya bisa terpaku melihat spanduk pengumuman lomba, spanduk berwarna hijau. Sangat cantik. Ingin rasanya aku memotret spanduk itu sebagai kenang-kenangan. Bukti ketakberdayaanku melawan nasib. Namun aku hanya diam tak bisa berbuat apa-apa.

Jam 7.30 pagi lampu baru menunjukkan kehidupan, seolah-olah ingin pamer padaku bahwa khusus hari ini dia bangun telat sambil tersenyum melihatku yang sudah lebam dengan air mata. Aku hanya tertunduk. Apakah aku bisa mengejat waktuku? Jam 3 siang na batasnya.

Aku mulai menghidupkan laptopku….jam 10 belum kelar juga ternyata. Dasar teori masih nayak dan aku harus mengetik ulang semuanya. Jam 10.30 aku kekampus dan itu tidak bisa aku tunda hari ini pelatihan terakhir. Akhirnya aku gontai, selama dikampus hatiku tidak tenang. Jam 11, jam 12 siang…dan akhirnya jam 13.30. Ingin rasanya aku menjeriiiiiiiiiiiiiiiiit mengapa hari ini telat keluar? Biasanya jam 12 sudah keluar dari ruangan.

Ingin aku marah, tapi apa gunanya aku marah? Tak ada yang tahu betapa hancurnya hatiku saat itu ketika harus menyerah pada keadaan. Kalah sebelum bertanding, karena aku sudah bertanding dengan scenario Tuhan.

Perlahan aku menenangkan hatiku…rasanya perih sekali. Aku tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. Rasanya seperti luka yang dituangkan perasan jeruk nipis, perih dan sakit rasanya. Bisikan setan dan gerombolannya datang menghampiriku. Menyuruhku untuk marah pada Tuhan dan meninggalkan salat fardhu Zuhur. Hampir saja aku menerima tawaran itu, tapi aku sadar bahwa dineraka nanti bisa mati kepanasan Karena meninggalkan salat. Aku sudah kalah karena tidak bisa mengikuti lomba tapi aku jangan sampai dikelabui oleh setan-setan itu.

Hidup ini sepeti mozaik, dalam salatku hari ini aku belajar bahwa…mengertilah aku maksud Tuhan mengenalkan aku pada lagu Ketika cinta bertasbih. Sebuah lirik yang sering aku nyanyikan “Garis tangan tergambar tak bisa aku menentang”. Artinya aku boleh melakukan apa saja dengan kekuatan apa saja, namun tidak ada yang bisa menentang kehendak Tuhan. Hari ini aku melihat bagaimana Tuhan merobek-robek mimpi-mimpiku dengan skenarionya yang tidak bisa tertandingi. Namun, Angin kembali hadir dan mengatakan bahwa” Tuhan telah menggoreskan sebuah nasib yang harus aku lalui, namun garis tangan yang tergambar takkan pernah bisa ditentang. Namun, Tuhan telah mencatat perjuanganmu untuk terus berjuang. Meskipun kamu kalah tetapi Tuhan telah mencatat semua jerih payahmu, semangatmu, kesabaranmu. Percayalah Tuhan pasti bangga akan keteguhan hatimu.”

Jam 3.00

Aku sengaja melewati spanduk yang dipasang oleh LSM LAGNAD, sebuah lomba yang menguji kesabaranku. Aku kalah sebelum bertanding, namun aku bahagia karena aku tidak mau mengucapkan kata menyerah. Aku tidak akan marah, karena aku percaya suatu saat nanti Tuhan akan menebus semangatku…

Pergilah kepangkuan Tuhan, dan Tuhan akan memelukmu

Dan menciummu dan menunjukkan

Bahwa Ia tidak pernah membiarkanmu lari dari-Nya

Ia akan menyimpan hatimu dalam hati-Nya (Ma’arif hal. 28)

Banda Aceh 02.00 pagi

NB: maafkan kakak adikku, seandainya kamu tahu betapa aku sangat menyayangimu. Suatu hari aku berjanji akan membawa laptop paling indah untukmu. Maafkan kakak yang tidak bisa menjadi kakak juara 1 didunia. Semoga airmata yang sudah sedari tadi berada dipelupuk mataku bisa menjadi saksi betapa aku menyayangimu, ingin rasanya membahagiakanmu membalas kebaikan hatimu yang seputih salju. Untuk adikku, Reza adik yang paling baik sedunia.

Tidak ada komentar: